Jumat, 12 Mei 2017

Analisis Teori Relevansi pada Tayangan Mata Najwa 23 Maret 2017


Berikut transkripsi percakapan Najwa Shibab dengan Anies Baswedan.
Najwa :  Dan Anda mengajak mereka memilih nomor 3? Jadi, Anda mengharapkan dukungan FPI?
Anies   :  Di semua tempat yang saya kunjungi saya adalah seorang kandidat. Di manapun. Di tempat ini pun saya akan mengatakan kalau Anda punya pilihan, pilihlah nomor 3! Itu kan kampanye! Jadi, artinya di mana saja......
Najwa :  Mas Anies, apakah kemudian, yang jelas kita tahu FPI sikap politiknya jelas, gurbernur Jakarta harus orang Islam, Anda sependapat dengan sikap politik itu?
Anies   :  Itu adalah pandangan yang disampaikan dan saya sebagai seorang calon menawarkannya program. Jadi, ini bukan pandangan saya pribadi. Ini soal bagaimana Jakarta, gurbernurnya siapapun, dia harus bisa mengayomi semuanya dan diayomi semuanya itu artinya seorang gurbernur bisa berdialog juga. Malah justru berbahaya kalau seorang gurbernur mengatakan saya tidak mau dengan organisasi ini, saya tidak mau dengan organisasi ini. Lalu, dengan siapa dia mau?
Percakapan di atas sekilas seperti tidak memiliki relevansi jika hanya dilihat dari sturkturnya. Namun, percakapan di atas bila dilihat dari sudt pandang pragmatik merupakan percakpan yang memliki relevansi yang kuat. Yang membuatnya relevan antara lain adanya konteks, perluasan kognisi, dan implikatur dalam percakapan.  Pada tayangan tersebut, percakapan di atas didahului dengan tayangan gambar-gambar Anies sedang bertemu dengan Rizieq Shihab. Konteks yang pertama dibangun adalah siapa itu Rizieq Shihab. Baik adressor maupun adrressee sama-sama memiliki pengetahuan tentang siapa Rizieq Shihab, yaitu ketua FPI.
Ketidakbersediaan (unwillingness) addressor terhadap pertanyaan Jadi, Anda mengharapkan dukungan FPI? secara langsung ditandai dengan kalimat Di semua tempat yang saya kunjungi saya adalah seorang kandidat. Relevansi dibangun melalui implikatur jawaban bahwa sebenarnya addressor memang mengharapkan dukungan FPI. Namun, hal ini dapat dibuktikan pada kalimat adrressor selanjutnya, yaitu Di tempat ini pun saya akan mengatakan kalau Anda punya pilihan, pilihlah nomor 3!.
Selain itu, adressor dan addressee juga memiliki pengetahuan yang sama mengenai ideologi politik FPI. Namun, addressee kemudian mengkonfirmasi addressor dengan kalimat, “gurbernur Jakarta harus orang Islam, Anda sependapat dengan sikap politik itu?”. Jawaban atas pertanyaan ini disampaikan melalui implikatur kuat, yaitu dengan tuturan   Itu adalah pandangan yang disampaikan dan saya sebagai seorang calon menawarkannya program. Ada dua proposisi dalam tuturan ini. Yang pertama “itu adalah pandangan yang disampaikan” dan yang kedua adalah “saya sebagai seorang calon menawarkannya program”. Kedua proposisi ini secara sintaktik dihubungkan dengan kata hubung dan yang memiliki makna kesetaraaan. Oleh karena itu, dapat dilihat bagaimana adrressor tidak ingin menjawab pertanyaan addresse secara langsung dengan jawaban iya atau tidak, tetapi dengan mengulangi kemiripan pertanyaan addressee: sikap politik itu = pandangan yang disampaikan. Meski secara sintaktik proposisi pertama ini dihubungkan dengan kata ‘dan’ yang berfungsi sebagai kesertaaan, namun secara pragmatik kata ‘dan’ ini berfungsi sebagai akibat. Ini dibuktikan dengan tuturan yang berelevansi dengan pandangan atau sikap politik FPI, yaitu saya sebagai seorang calon menawarkannya program. Dengan tuturan ini addressor mencoba mengaitkan sikap politik FPI dengan program yang sudah direncanakannya. Inferensinya adalah addressor melakukan bargaining terhadap FPI.
Perluasan kognisi terjadi pada tuturan adrressor pada saat menjelaskan mengenai bagaimana pemimpin ideal bagi Jakarta. Tuturan Jakarta, gurbernurnya siapapun, dia harus bisa mengayomi semuanya jika dikaitkan dengan konteks yang lebih luas atau konteks sosial, tuturan ini dapat dikatakan sebagai satir terhadap pemerintahan pada saat itu. Tuturan berikutnya menguatkan satir tersebut, Malah justru berbahaya kalau seorang gurbernur mengatakan saya tidak mau dengan organisasi ini, saya tidak mau dengan organisasi ini. Kekuatan satir ini ditandai salah satunya dengan respon audiens atau penonton di studio terhadap tuturan. Respon ini juga menunjukkan bahwa perluasan kognisi tidak hanya terjadi antara Anies dan Najwa, tetapi juga pada penonton di studio dan mungkin penonton di rumah. Dengan perluasan kognisi, maka gurbernur yang dimaksud dalam tuturan tersebut adalah Ahok yang saat itu masih menjabat sebagai gurbernur DKI Jakarta. Ahok merupakan gurbernur yang kontroversial karena caranya dalam mengemukakan pendapat apabila ia tidak suka dengan sesuatu hal. Cara berbicaranya yang seperti inilah yang dimaksud dalam proposisi saya tidak mau dengan organisasi ini, saya tidak mau dengan organisasi ini.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar