Saat aku
berucap kata cinta, apakah yang kau pikirkan hanyalah hubungan lawan jenis yang
sedang mabuk kepayang atau keputusasaan dengan segala kerumitannya?
Saat aku
berucap kata cinta, apakah kau terbayang keluarga, sahabat, dan orang-orang terdekat
yang senantiasa menemani, berbagi,
dengan ketulusannya?
Jika kupikir
cinta hanyalah aku dan kamu, maka aku adalah orang jahat karena menghilangkan
cinta yang lain yang mungkin lebih berharga daripada kamu dan cintamu.
Mencinta itu
sederhana, cukup seperlunya. Seperlunya dalam kebutuhan mencinta, bukan mencinta
seperlunya, saat ada kebutuhan. Seperti kadar air dalam makanan. Ada makanan
yang perlu kadar air tinggi sehingga basah dan bertekstur lunak, adapula yang perlu
kadar air rendah sehingga garing dan bertekstur renyah. Kadar air diperlukan
agar makanan tersebut tetap nikmat dan sesuai dengan cita rasa yang seharusnya.
Begitu pula dalam mencinta, kau tak akan menikmati apa yang kau hadapi, apa
yang kau jalani, jika cintamu terlalu basah atau terlalu kering. Kau hanya
memaksakan keadaan sehingga menjadi seharusnya versimu, bukan seharusnya sesuai
kata Tuhan.
Kita memang
tidak dapat memprediksi kepada siapa kita akan jatuh cinta. Merencanakan cinta
seperti merencanakan berapa tetes hujan yang jatuh di atap rumah. Tapi ketika
cinta datang, kita dapat mengendalikannya mau seberapa jauh, seberapa dalam mencinta, karena seberapa itulah jauh dan dalam kita mungkin terluka.