Sinopsis
Alkisah ada seorang
anak yang bernama Ishaan Awasthi yang duduk di kelas tiga sekolah dasar. Ia
mendapat julukan idiot dan citra anak nakal, baik di sekolah maupun di
rumahnya. Ishaan lahir di keluarga yang serba teratur dan menilai seseorang
dari pencapaian. Ayahnya, Nandkishore Awasthi adalah seseorang yang sangat
tepat waktu, disiplin, dan serius. Kakaknya, Yohaan Awasthi juga begitu mirip
dengan ayahnya yang perfeksionis. Sedangkan ibunya, meski tidak sepakem dengan
ayahnya, tetapi ibunya juga merupakan seseorang yang serba tertata.
Ishaan,
meski sudah duduk di bangku kelas tiga, dia tidak bisa membaca dan menulis
dengan benar. Oleh karena itu, ia pun harus mengulang setahun di bangku kelas
tiga. Ketertinggalan Ishaan dalam semua mata pelajaran selalu diperbandingkan
dengan keberhasilan Yohaan dalam hal akademik maupun nonakademik oleh ayahnya.
Di sekolahnya pun tidak ada yang percaya bila Yohaan adalah kakak Ishaan karena
karakter dan kecerdasan mereka yang sangat jauh berbeda.
Di
tengah tahun Ishaan membuat masalah izin palsu yang ia dapatkan dengan cara
memaksa Yohaan membuatnya. Masalah tersebut akhirnya membawa Ishaan menghadapi
keputusan ayahnya untuk dipindahkan sekolah dan Ishaan harus tinggal di asrama.
Meski Ishaan tidak mau dan ibunya pun tak rela, tetapi ayahnya tetap saja
bersikeras membawa Ishaan ke asrama dan sekolah yang lebih disiplin dengan
harapan Ishaan dapat berubah menjadi seorang anak yang disiplin, tidak nakal,
dan berhasil. Perpisahan tersebut membuat Ishaan menjadi sedih dan berubah
menjadi anak yang pendiam.
Di
sekolah yang baru Ishaan tidak mengalami kemajuan apa-apa, bahkan mengalami
kemunduran dalam mentalnya. Ia berubah menjadi anak yang pemurung, selalu
melamun, dan menarik diri dari lingkungan sosialnya. Namun, ada satu teman yang
cukup dekat dengan dirinya, yaitu Rajan Damodran. Rajan adalah anak dari
manager sekolah tersebut. Ia anak cerdas juga baik hati.
Hari-hari
dilalui Ishaan penuh dengan kesenduan. Ia mengalami depresi akibat kekerasan
psikis maupun fisik yang dilakukan oleh guru-gurunya. Hingga pada suatu saat
ada guru seni baru yang bernama Ram Shankar Nikumbh. Ram mengajar seni kepada
anak-anak dengan cara yang sangat berbeda dari guru seni sebelumnya di sekolah
itu. Ia membebaskan anak-anak berkreasi sesuai dengan imajinasinya. Dengan cara
mengajarnya yang seperti itu, Ram pun menjadi bahan olok-olok oleh guru-guru
lainnya karena dinilai tidak disiplin dan tidak tertib.
Suatu
hari Ram memberikan tugas menggambar kepada anak-anak. Semua anak dalam kelas
tersebut menggambar dengan riang dan penuh antusias, kecuali Ishaan. Ia hanya
melamun dan bermurung diri saja, tidak mau menggambar. Meski demikian, Ram
tidak memaksanya untuk menggambar.
Perilaku
Ishaan dari hari ke hari semakin terlihat aneh oleh Ram. Ishaan semakin menutup
diri dari siapa pun. Bahkan Rajan, teman sebangkunya pun sering tidak tahu
kemana Ishaan pergi. Keanehan Ishaan memancing keingintahuan Ram sebagai
pengajar sekaligus pendidik di sekolah itu. Ia bertanya kepada Rajan tentang
Ishaan. Rajan pun menjelaskan bahwa Ishaan adalah anak yang bermasalah di
sekolahnya yang dulu dan tidak bisa membaca maupun menulis meski ia sudah kelas
tiga.
Ram
semakin penasaran mengenai Ishaan. Ia membuka-buka kembali buku-buku Ishaan,
mencari informasi tentang Ishaan, dan akhirnya menemukan bahwa Ishaan
menyandang disleksia seperti dirinya. Disleksia adalah ketidakmampuan seseorang
untuk mengenali huruf-huruf dan angka serta tidak dapat memperkirakan jarak,
kecepatan, dan arah. Disleksia ini merupakan kelainan berdasar faktor
keturunan. Setelah memastikan hal tersebut Ram pun menemui keluarga Ishaan
untuk memberi tahu bahwa Ishaan bukanlah anak idiot, tetapi hanya mengalami
disleksia. Ram juga menemui kepala sekolah bahwa Ishaan adalah anak yang cerdas
tetapi menyandang disleksia. Ram meminta agar Ishaan tidak dipindahkan ke
sekolah untuk anak berkebutuhan khusus dan memberikan perlakuan yang adil dengan
menjanjikan Ishaan akan berubah menjadi anak yang cemerlang di bawah
bimbingannya.
Ram
dengan sabar membimbing Ishaan agar Ishaan bisa mengejar ketertinggalannya
dengan cara yang menyenangkan. Perlahan Ishaan berubah menjadi anak yang
pintar, pandai membaca dan menulis dengan benar, dan kembali menjadi anak yang
periang. Ishaan juga mulai menjadi pribadi yang disiplin dan penuh semangat.
Suatu
hari Ram membuat acara lomba melukis bagi para siswa dan guru dengan Lalitha
Lajmi, seorang guru dan pelukis terkenal India, sebagai jurinya. Lomba tersebut
mendapat antusias tinggi dari para siswa dan guru. Seisi sekolah mengikuti
perlombaan itu dengan penuh keceriaan. Dalam perlombaan itu guru-guru yang
sebelumnya meremehkan pelajaran seni, merasa kesulitan untuk membangun
imajinasi dan menumpahkannya dalam sebidang kertas dengan sapuan-sapuan warna
dari cat air ataupun crayon. Mereka baru sadar bahwa melukis adalah pekerjaan
yang tidak mudah. Melukis akan sulit bila kita tidak cukup memiliki imajinasi
yang tinggi dan keseriusan.
Pada
akhir acara, kepala sekolah mengumumkan siapa pemenang lomba melukis itu. Ia
menjanjikan akan menjadikan lukisan pemenang tersebut menjadi cover buku
sekolah pada tahun ajaran berikutnya. Semua orang yang ada di situ tidak menyangka
bahwa Ishaan-lah yang menjadi pemenang. Lukisan yang ia buat begitu hidup,
seperti bukan lukisan anak SD, tetapi lukisan seorang ahli lukis.
Gambar 1. Lukisan Ishaan yang dijadikan sampul buku
sekolah
Tidak hanya melukis,
Ishaan pun mendapat nilai-nilai bagus dalam setiap mata pelajaran lainnya,
seperti matematika, bahasa, dan geografi. Semua itu berkat kesabaran dan
keuletan Ram dalam membimbing Ishaan. Orang tua Ishaan sangat berterima kasih
kepada Ram karena berkat dia Ishaan menjadi seorang anak yang cemerlang. Kedua
orang tuanya pun akhirnya menyadari bahwa selama ini telah salah dengan cara
membimbing Ishaan yang mereka samakan dengan cara membimbing Yohaan. Mereka
menyadari bahwa setiap anak memiliki keistimewaan masing-masing dan tidak dapat
dipersamakan.
Analisis
Karakter Pemain
1.
Darsheel Safary sebagai Ishaan Awasthi:
seorang anak berumur 8-9 tahun, penyandang disleksia, dan dijuluki idiot.
Sebenarnya ia adalah anak yang cerdas, senang berimajinasi, kreatif, dan
periang. Namun karena kekerasan fisik dan mental yang dialaminya ia berubah
menjadi seorang anak yang pendiam dan pemurung. Sebenarnya ia sangat menyayangi
kedua orang tuanya dan kakaknya. Ia juga merindukan sosok seorang ayah yang
perhatian dan selalu berada di sampingnya.
2.
Aamir Khan sebagai Ram Shankar Nikumbh:
seorang penyandang disleksia yang menjadi guru di sekolah khusus anak-anak
cacat yang kemudian juga mengajar seni di sekolah Ishaan. Ram adalah sosok guru
yang menyenangkan dan sabar. Ram merupakan tokoh pahlawan dalam film ini.
3.
Vipin Sharma sebagai Nandkishore Awasthi
/ Papa: seorang yang sangat disiplin dan ambisius. Ia menginginkan serba tepat
waktu, mendapat hasil yang sempurna, dan dapat menjadi pemenang di setiap
kompetisi.
4.
Tisca Chopra sebagai Maya Awasthi /
Mama: seorang ibu yang sangat menyayangi anak-anaknya. Maya adalah seorang
wanita yang lemah lembut, tegar, menghormati dan patuh terhadap suaminya. Ia
mengorbankan kariernya demi bisa mendidik Ishaan, meski ia terkadang sulit
untuk bersabar menghadapi Ishaan.
5.
Sachet Engineer sebagai Yohaan Awasthi:
adalah kakak dari Ishaan. Dia sangat menyayangi Ishaan. Dia adalah siswa
terbaik di sekolahnya, hampir selalu mendapat nilai sempurna dia semua mata
pelajaran, dan juga memiliki banyak prestasi di bidang olahraga. Karakter
Yohaan merupakan gabungan dari karakter ayahnya, seorang yang ambisius,
perfeksionis, dan sangat disiplin, dan karakter ibunya, seorang yang lemah
lembut dan penyayang.
6.
Tanay Chheda sebagai Rajan Damodran: adalah
teman yang paling dekat dengan Ishaan. Ia anak yang paling disiplin dan pintar
di kelasnya, teman yang paling peduli dengan Ishaan. Ia merupakan orang pertama
yang mengakui Ishaan memiliki kemampuan lebih dalam menginterpretasi puisi.
Teori
Konflik
1.
The
unvisible conflict. Konflik ini terjadi antara Yohaan
dengan ayah. Yohaan sebenarnya tidak setuju Ishaan dipindahkan dari sekolahnya
dan harus tinggal di asrama. Namun Yohaan tidak berani menentang ayahnya.
Konflik batin Yohaan ini diketahui dari ekspresi dan adegan Yohaan saat
perpisahan dengan adiknya itu.
2.
The
perceived/experienced conflict. Di dalam film ini ada
beberapa konflik yang terjadi karena perbedaan pendapat, harapan, kebutuhan,
motif, tuntutan atau tindakan. Antara lain konflik ayah dengan ibu dan Ishaan
ketika Ishaan diputuskan harus pindah sekolah dan tinggal di asrama dan konflik
antara ayah dengan Ram mengenai disleksia yang disandang oleh Ishaan.
3.
The
fighting. Ini terjadi ketika Ishaan berkelahi dengan Rajan,
tetangganya, dan ketika Ishaan dimarahi oleh ayahnya karena masalah tersebut.
Ayahnya menampar pipinya. Pukulan dari guru seni juga diterima oleh Ishaan
ketika ia mendapatkan pelajaran seni di kelas. Pukulan ini disebabkan karena
Ishaan tidak memperhatikan gurunya.
Ada beberapa konflik yang memiliki
fungsi paling menonjol dalam keterjalinan alur/plot dalam film ini,
Konflik-konflik tersebut dapat dipahami dari teori utama sebab-sebab konflik di
bawah ini.
1.
Teori kebutuhan manusia. Konflik dalam
diri Ishaan yang membutuhkan pengakuan dan keamanan yang diwujudkan dalam kasih
sayang dan perhatian oleh kedua orang tuanya.
2.
Teori negosiasi prinsip. Perbedaan
pandangan dan pendapat antara Ram Shankar Nikumbh dengan Nandkishore Awasthi mengenai
disleksia yang disandang oleh Ishaan.
3.
Teori identitas. Pengalaman kekerasan
yang dilakukan guru dan ayahnya menjadikan Ishaan kehilangan jati dirinya.
Kepribadiannya yang semula ekstrovert berubah menjadi sangat introvert.
4.
Teori kesalahpahaman antarbudaya.
Perbedaan budaya pengajaran seni yang dibawa oleh Ram Shankar Nikumbh dengan
budaya pengajaran di sekolah barunya membuat Ram mendapat olok-olok dari
rekan-rekan gurunya.
Analisis
Anatomi Konflik
Konflik
utama dalam film ini adalah kesalahan dalam mengenali gejala diskleksia,
khususnya yang dilakukan oleh orang tua dan guru. Ishaan sebagai tokoh utama
diceritakan menyandang disleksia, yaitu ketidakmampuan untuk mengenali huruf
dan angka serta tidak dapat memperkirakan jarak, kecepatan, dan arah. Meskipun
demikian, daya imajinasinya yang tinggi membuatnya pandai dalam melukis dan
membuat benda-benda kerajinan tangan yang kreatif, seperti menara mainan,
patung-patung dari lilin, dan perahu yang bisa bergerak dengan bantuan kincir
sederhana.
Gambar 2. Salah satu gejala disleksia: keterbalikan
penulisan huruf dan angka sebagai indikasi kesulitan dalam mengenali huruf dan
angka
Kedua orang tuanya
serta guru-gurunya sangat mengkhawatirkan perkembangan Ishaan. Terutama ayahnya
yang selalu memarahi Ishaan dan bersikap pilih kasih terhadap Ishaan. Guru-guru
di sekolahnya sering kali memarahi dan mengejek Ishaan, begitu pula
teman-temannya senang sekali mengejek Ishaan dan menjauhi Ishaan. Tidak ada
satu pun yang mau berteman dengannya.
Ishaan
dianggap anak yang sangat bodoh, karena di usianya yang sudah relatif memiliki
kognitif tersebut, Ishaan sama sekali tidak pernah bisa membaca dan menulis
dengan benar. Bahkan untuk melempar bola saja ia tidak bisa memperkirakan arah,
jarak, dan kecepatan. Selain itu, Ishaan tidak bisa tertib. Ia selalu bangun
kesiangan, lambat, dan suka bermain-main.
Sayangnya,
orang-orang di sekitar Ishaan tidak cukup memahami apa yang sebenarnya terjadi
pada dirinya. Guru-guru di sekolahnya selalu memarahi dan mengejeknya, begitu
pula teman-temannya. Mereka sangat senang mengolok-olok dan mengucilkan Ishaan.
Karena berulang kali melakukan kesalahan yang sama dalam menulis, ibunya pun
selalu memarahi dan mengatakan bahwa ia tidak akan pernah berhasil. Ibunya
memaksanya untuk membetulkan kesalahan-kesalahannya dalam menulis, meski Ishaan
tidak pernah mau melakukannya. Ayahnya yang ambisius dan perfeksionis tidak
tahan melihat perilaku Ishaan yang dinilainya nakal, tidak bisa diatur, dan
begitu bodoh karena ia sering sekali melakukan kesalahan yang sama memutuskan
Ishaan untuk pindah sekolah dan menetap di asrama. Tujuannya agar Ishaan dapat
mengejar ketertinggalan dari teman-temannya dan mendisiplinkan diri. Ayahnya
berwatak sangat keras, bahkan untuk menuruti kemauannya, ia tega main tangan
dengan anak kandungnya sendiri.
Gambar 3. Nandkishore (Ayah) memukul Ishaan karena
telah berkelahi dengan tetangganya
Konflik meluas ketika
Ishaan terpaksa harus tinggal jauh dari ibunya. Ia harus hidup di asrama yang
menurut ayahnya dapat menjadikan Ishaan sebagai anak yang lebih disiplin dan
tidak nakal lagi. Ketika itu Ishaan semakin merasa tersisihkan dari
lingkungannya. Alam bawah sadarnya yang menentang keputusan ayahnya itu
direfleksikan ke dalam mimpinya. Ia bermimpi ia berada di setasiun kereta yang
padat dan kehilangan ibunya yang sudah lebih dulu naik kereta sementara ia
tertinggal di setasiun sendirian.
Berpisahnya
Ishaan dengan keluarganya menjadikan ia depresi. Ditambah lagi dengan perlakuan
keras dari guru seninya yang memukul tangannya karena ia tidak memperhatikan di
kelas. Ketertekanannya semakin menjadi karena dia tidak mempunyai seorang pun
untuk mencurahkan isi hatinya, atau bahkan sekedar untuk bercanda, seperti yang
ia lakukan dengan ibu atau kakaknya. Akibatnya, ia tidak mau melakukan apa-apa
kecuali bersedih dan bermuram diri. Bahkan ia yang biasanya selalu mencurahkan
isi hatinya dan pikirannya melalui lukisan pun berhenti melukis. Ia sama sekali
tidak tertarik pada hal apa pun.
Gambar
4a. Gambar 4b.
Gambar 4c.
Kisah perpisahan dengan keluarganya diceritakan
melalui lukisan. Gambar flip yang sangat jarang ditemui pada karya tingkat
sekolah dasar.
Analisis
Psikologis Karakter dengan Psikoanalisis
Id merupakan kebutuhan dasar di alam
bawah sadar manusia. Tokoh yang memiliki id
dominan di dalam film ini adalah Ishaan Nawasthi. Ia senang bertindak menuruti
keinginan-keinginan pribadinya secara tak sadar, seperti iseng dengan pagar
rumahnya, mengambil roti di dapur dengan tangan yang masih sangat kotor, menginjak
genangan air yang jelas-jelas akan membuat sepatunya kotor, berceloteh
menirukan suara-suara hewan saat ia sedang menjalani hukuman sebagai usaha
untuk menghibur dirinya sendiri, dan sebagainya.
Ego
berfungsi menjembatani tuntutan id dengan realitas di dunia luar. Tokoh yang
memiliki ego dominan adalah Ram
Shankar Nikumbh. Ia memecahkan konflik-konflik secara objektif, dirinya dapat
mengontrol apa yang masuk ke dalam kesadaran dan apa yang akan dilakukan.
Superego
berfungsi sebagai pengontrol ego.
Aktivitas superego dapat berupa self observation, kritik diri, dan
larangan dan berbagai tindakan refleksif lainnya. Tokoh yang memiliki superego kuat adalah Nandkishore
Awasthi, ayah Ishaan. Ia bertindak dengan serba teratur dan senang mengatur.
Menurutnya hidup itu penuh aturan, manusia harus disiplin demi mendapatkan
pencapaian yang maksimal dan kesuksesan. Itu merupakan nilai-nilai yang ia
terima dari proses internalisasi dalam hidupnya semenjak usia kanak-kanak.
Defence
Mechanism dan Dissociative Identity Disorder (DID)
Defence mechanism atau mekanisme
pertahanan diri adalah cara individu mereduksi perasaan tertekan, kecemasan,
stres, ataupun konflik, baik dilakukan secara sadar maupun tidak. Freud
menggunakan istilah mekanisme pertahanan diri untuk menunjukkan proses tak
sadar yang melindungi individu dari kecemasan melalui pemutarbalikkan
kenyataan. Tokoh yang mengalaminya dalam film ini adalah Ishaan Awasthi.
Ishaan
sering sekali berkata “tanpa ketakutan”, “tidak ada ketakutan”, “aku tidak
takut” untuk melawan perasaan yang sebenarnya. Dalam kondisi psikis yang
sebenarnya ada ketakutan untuk menghadapi dunia. Hal ini paling kentara ketika
adegan Ishaan diolok-olok temannya karena ia akan dipindahkan ke sekolah
berasrama yang jauh dari rumah. Meski mulutnya mengatakan “tidak takut” tetapi
batinnya meronta dan ia pun menangis sambil melemparkan kembang api ke arah
teman yang mengolok-oloknya itu.
Dissociative Identity Disorder (DID)
adalah keadaan jika seseorang mempunyai dua ego yang berbeda (alter ego), yang masing-masing ego tersebut mempunyai perasaan,
kelakuan, kepribadian yang eksis secara independen dan keluar dalam waktu yang
berlainan. Ishaan juga mengalami DID, yaitu kepribadiannya yang semula ekstrovert
menjadi introvert yang disebabkan karena kekerasan psikis. Kekerasan ini
terwujud dari pemaksaan untuk pindah sekolah oleh ayahnya dan perlakuan tidak baik
dari para guru barunya.
Identitas
dan Dramaturgi
Tokoh
yang cukup menarik dikaji adalah Ishaan Awasthi dan Nandkishore Awasthi.
Karakter Ishaan dalam film ini sebenarnya merupakan anak yang penyayang dan
mendambakan perhatian dari seorang ayah. Sifat penyayang dapat dilihat dari
adegan ketika Ishaan menanyakan oleh-oleh kepada ayahnya. Ia tidak hanya
menanyakan oleh-oleh untuknya, tetapi juga oleh-oleh untuk kakaknya. Kemudian
adegan ketika Ishaan berada di balkon sekolah barunya. Temannya, Rajan,
terjatuh dan ia segera menolongnnya untuk berdiri lagi.
Nandkishore
Awasthi digambarkan sebagai seseorang yang keras dan angkuh. Namun, di bagian
akhir film ini Nandkishore akhirnya menyadari kesalahannya dan terharu ketika
Ishaan, anak yang selama ini ia pandang sebelah mata dan ia hakimi sebagai anak
yang tidak akan pernah sukses, mengalami perkembangan yang luar biasa. Mulanya
Nandkishore selalu pesimis dengan keberhasilan Ishaan, tetapi pandangannya
tersebut kemudian runtuh karena hasil ujian Ishaan yang memuaskan. Ketika ia
mendapat laporan tentang hal tersebut, ia yang biasanya selalu banyak bicara,
kali itu tidak dapat berkata apa-apa. Ia hanya dapat menangis terharu, ekspresi
suatu reaksi yang lebih mendalam bila dibandingkan reaksi dari Maya Awasthi
ketika itu.
Teori
Simbol
Film
ini juga menggunakan teori simbol yang bersifat konotatif. Ada makna yang
tersirat dari lukisan-lukisan yang dibuat oleh Ishaan Awasthi. Setiap
lukisannya selalu menggunakan warna-warna tebal dan berani. Ini menandakan
bahwa sebenarnya ia adalah seorang anak yang penuh percaya diri dan tidak
ragu-ragu akan apa yang diperbuatnya.
Kedua,
ada keterkaitan di antara lukisan-lukisannya yang banyak menggunakan objek
bintang dan planet-planet (luar angkasa). Simbol-simbol bintang ini sebenarnya
merupakan manifestasi keinginan dan harapannya bahwa ia pun suatu saat nanti
ingin menjadi bintang, seseorang yang dapat menerangi, membanggakan orang lain,
terutama kedua orang tuanya. Sementara itu air dan ikan yang juga sering
menjadi objek lukisan dan perhatiannya sebenarnya merupakan simbol dari fleksibilitas.
Ia tidak suka dengan sesuatu yang kaku. Keluasan imajinasinya tergambar pada
lukisan-lukisan dan kayalan-khayalannya tentang ruang angkasa yang tiada
berbatas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar