Sabtu, 21 April 2018

Diamonolog



Hari ini pesan masuk di kotak masuk facebook-ku. Dengan antusias kubuka kotak itu. Sekejap hatiku mencelos, kecewa. Kukira dia yang menghubungiku. Menanyakan kabar dan mengatakan menyesal. Dia yang meninggalkanku tanpa sepatah kata. Kini, akulah yang menyesal telah memilihnya dan pernah berharap kepadanya.

Lama aku menatap layar pc-ku. Jari-jari ini rasanya gatal ingin mengetik namanya dan mencarinya di semua akun media sosial. Tapi, urung. Aku takut. Bukan aku tak siap menemukan foto-fotonya bersama perempuan lain, perempuan yang baru, yang hadir dan mengisi hidupnya. Aku takut aku tak bisa mengendalikan perasaaanku. Aku tak ingin mengharapkan laki-laki yang sudah menjadi milik perempuan lain. Aku tak ingin harga diriku terlukai sebagai seorang perempuan.

Namun, sedetik kemudian semua itu kubuyarkan. Aku tersenyum sinis kepada diriku sendiri. Kukuatkan hati, kukuatkan logika. Mencintai adalah konsistensi, milikilah atau tinggalkan. Dan aku telah memutuskan untuk meninggalkan. Di manapun dia, dengan siapapun dia, bagaimana pun kedaannya, aku telah memilih opsi tinggalkan. Tak peduli seberapapun perasaan ini masih tersimpan, dia telah kutempatkan di masa laluku.


***

Kuberanikan diri membuka facebook–ku yang lama nian tak kubuka. Tak ada pesan baru, hanya pemberitahuan-pemberitahuan tak penting. Tak ada suka ataupun komentar baru. Dan aku tak terkejut sama sekali, ataupun heran mengapa tak ada satupun hal penting di dalam facebook-ku ini. Karena satu-satunya yang penting dari facebook-ku ini hanya dia. Dia, seorang perempuan, yang masih aktif menggunakan facebook, setidaknya beberapa tahun lalu, saat masih bersamaku. Hanya dia yang suka menyapaku melalui facebook, meski kami memiliki kontak bbm dan wa masing-masing. Entah kenapa, perempuan itu sangat menyukai facebook, yang menurutku fitur-fiturnya membosankan dan tidak lebih efektif dibandingkan bbm dan wa.

Aku membaca-baca lagi status-statusku yang lama. Berharap menemukan sesuatu yang menarik yang bisa aku kirim ulang ke berandaku. Dan tak ada. Semua kenangan itu seakan hilang. Atau bahkan tak pernah ada. Aku menghela napas. Dengan tak banyak berharap kuketikkan satu nama di kolom pencarian akun facebook. Satu nama yang begitu unik, yang aku yakin tidak ada yang menyamai nama itu di belahan bumi mana pun. Dan hasilnya nihil. Aku diblokir.

Aku tahu, kesalahanku hanya satu. Namun, begitu fatal baginya. Aku tak mencintainya. Kini aku ingin mengetahui kabarnya. Tidak, aku tidak akan menanyakan apakah ia masih mencintaiku. Bagiku itu tidak lebih penting dari: apakah saat ini dia bahagia?

Aku sadar, aku hanyalah bagian dari masa lalunya. Dan aku pun sadar, ternyata aku tidak ingin dia menjadi masa laluku. Kini tak ada lagi yang menarik dari ruang maya ini. Ruang maya yang menjadi lebih maya tanpa kehadirannya.

Aku klik ikon keluar dari facebook ini. Jika ruang ini saja tak cukup untuk menggapainya, bagaimana di ruang yang nyata.




Depok, 21.01.18

Tidak ada komentar:

Posting Komentar