Senin, 01 Juni 2015

Palmea


Aku jatuh cinta pada lelaki yang sering menyapaku hangat. Hampir setiap hari ia mengajakku makan, bahkan terkadang menyuapiku.  Dia amat memanjakanku dan memperlakukanku bak sang putri. Karena itulah aku diam-diam mengidamkannya menjadi kekasih.  Lelaki sempurna dengan kasih sayang yang sempurna pula, pikirku saat itu. Hingga ada suatu saat di mana hatiku dirundung kecewa. Pasalnya, dia lebih mencintai sejenisnya daripada aku. Meski aku telah setia bertahun-tahun menunggunya mengatakan cinta. 
"Ternyata aku punya saingan."
Tak ada pilihan selain berusaha mengikhlaskan dia di pelukan yang lain. Sebelumnya, dia memiliki pasangan atau tidak aku kira tidak akan menjadi masalah besar. Aku tetap bisa bersamanya. Namun, perkiraanku salah.
Kini yang memilikinya tak hanya satu. Ada dua sosok yang ssangat dicintainya. Hatiku terluka lagi. Dan yang membuatku menjadi lebih duka, sosok yang hadir belakangan ini adalah sosok yang jauh lebih dicintainya daripada pasangannya yang sejenis itu.
“Ayah, bukankah Ayah berjanji untuk membuatkanku ayunan?” sosok mungil itu merengek kepada lelaki yang kucintai. Lelaki itu tersenyum, memeluk hangat si mungil.
Tak lama berselang, ia bersama pasangan sejenisnya membawa perkakas berkebun. Satu di antaranya yang berbentuk angka tujuh terbalik tergenggam erat di tangan lelaki itu. Mendekat kepadaku dan menebas-nebas kakiku yang mencengkeram tanah. Kali ini bukan hanya hatiku yang terluka, tetapi juga tubuhku.
Tebasan demi tebasan di kakiku membuat aku menjadi lumpuh. Seperti mau pingsan. Aku ambruk!

Dengan sepersekian dari seluruh kesadaranku aku merasakan tubuhku diseret entah menuju mana. Lelaki itu menidurkan tubuhku pada sebuah ranjang yang basah, bau, dan berisik dengung suara sayap lalat. Ranjang itu ranjang pembaringan terakhirku.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar