Aku jatuh
cinta pada lelaki yang sering menyapaku hangat. Hampir setiap hari ia
mengajakku makan, bahkan terkadang menyuapiku. Dia amat memanjakanku dan memperlakukanku bak sang
putri. Karena itulah aku diam-diam mengidamkannya menjadi kekasih. Lelaki sempurna dengan kasih sayang yang
sempurna pula, pikirku saat itu. Hingga ada suatu saat di mana hatiku dirundung
kecewa. Pasalnya, dia lebih mencintai sejenisnya daripada aku. Meski aku telah setia
bertahun-tahun menunggunya mengatakan cinta.
"Ternyata aku punya saingan."
"Ternyata aku punya saingan."
Tak ada pilihan selain berusaha mengikhlaskan dia di pelukan yang lain. Sebelumnya, dia memiliki
pasangan atau tidak aku kira tidak akan menjadi masalah besar. Aku tetap bisa
bersamanya. Namun, perkiraanku salah.
Kini yang
memilikinya tak hanya satu. Ada dua sosok yang ssangat dicintainya. Hatiku terluka
lagi. Dan yang membuatku menjadi lebih duka, sosok yang hadir belakangan ini
adalah sosok yang jauh lebih dicintainya daripada pasangannya yang sejenis itu.
“Ayah,
bukankah Ayah berjanji untuk membuatkanku ayunan?” sosok mungil itu merengek
kepada lelaki yang kucintai. Lelaki itu tersenyum, memeluk hangat si mungil.
Tak lama
berselang, ia bersama pasangan sejenisnya membawa perkakas berkebun. Satu di
antaranya yang berbentuk angka tujuh terbalik tergenggam erat di tangan lelaki
itu. Mendekat kepadaku dan menebas-nebas kakiku yang mencengkeram tanah. Kali ini
bukan hanya hatiku yang terluka, tetapi juga tubuhku.
Tebasan demi
tebasan di kakiku membuat aku menjadi lumpuh. Seperti mau pingsan. Aku ambruk!
Dengan sepersekian
dari seluruh kesadaranku aku merasakan tubuhku diseret entah menuju mana. Lelaki
itu menidurkan tubuhku pada sebuah ranjang yang basah, bau, dan berisik dengung
suara sayap lalat. Ranjang itu ranjang pembaringan terakhirku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar