(Tulisan ini adalah hasil renungan penulis di malam menjelang ulang tahunnya yang ke-dua puluh empat. Penulis sekadar ingin berbagi. Semoga bermanfaat bagi para pembaca.)
Sewaktu kecil, aku sangat senang jika sudah mulai mendekati hari itu. Dan kesenangan itu akan bertambah ketika hari itu datang. Bukan sekadar kado atau perayaan dengan kue ulang tahun dan lilin-lilin di atasnya, tetapi ucapan dan doa, aku sangat senang mendengarnya. Tak pernah hari istimewa itu aku rayakan dengan pesta sebagaimana yang sering dilakukan oleh remaja atau orang tua jaman sekarang untuk anak-anak mereka. Dulu memang ada keinginan, meminta orang tuaku untuk mengadakan pesta kecil-kecilan seperti itu. Tetapi aku tak memaksa, lebih tepatnya aku ‘gak pengen-pengen banget’.
Sekarang usiaku
sudah ‘berkepala dua’ plus, lebih dari sepertiga usia sang Rasul. Sekarang aku
tak lagi menganggap perayaan hari ulang tahun itu penting. Selain karena alasan
ekonomi, aku memiliki pendapat bahwa ulang tahun itu adalah bagian dari proses
menuju kematian. Sebenarnya bukan ulang tahunnya, tetapi waktu, hari demi hari
yang bergulir, bahkan jam, menit, detik yang terus melaju perlahan tapi pasti
dan tak akan pernah kembali.
Ulang tahun adalah pengingat hari
kelahiran. Kelahiran seorang bayi adalah kemenangan sel sperma yang menembus
indung telur dan mempertahankan dirinya dari berbagai keadaan di dalam sebuah
rahim. Kelahiran juga berarti kedatangan, dan setiap yang datang pasti akan
pergi. Tidak ada yang abadi, kecuali Dzat Yang Maha Kekal, Allah SWT. Dengan demikian,
aku simpulkan bahwa ulang tahun tidak lain adalah pengingat kematian. Ada waktu-waktu
yang telah dilalui yang patut untuk direnungkan, yaitu setahun lamanya. Dan itu
akan berulang setiap kita berulang tahun. Apa yang telah dan belum kita
perbuat, bagaimana kita dulu, kemarin, dan sekarang, apa yang akan kita lakukan
sekarang dan untuk esok dan ke depannya. Manusia yang lebih buruk dari hari
kemarinnya adalah celaka, sementara manusia yang tidak lebih baik dari
kemarinnya adalah rugi. Lalu, di mana keselamatan dan keberuntungan manusia? Jawabnya
adalah di tangannya, bagaimana dia memperbaiki dirinya sehingga menjadi manusia
yang hari ini lebih baik dari hari kemarinnya, dan esok menjadi lebih baik lagi
dari hari ini, dan seterusnya.
Ulang tahun bukanlah ajang berpesta
pora, bersuka ria dengan euforia. Ulang tahun adalah hari di mana kita seharusnya
lebih banyak bersyukur dan merenung. Bersyukur karena masih diberi umur yang
lebih panjang dari mereka yang pergi di usia yang lebih muda dari kita, masih
diberi kesempatan untuk beribadah, untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah. Merenungkan
apa yang sudah dan belum kita kerjakan, belum kita capai, belum kita raih. Merenungkan
bagaimana untuk menjadi lebih baik di hari esok sehingga kita bermanfaat bagi
agama, negara, dan bangsa kita. Dan yang tak kalah pentingnya adalah
merenungkan sudah sejauh mana kita siap untuk mati karena pada hakikatnya
setiap waktu yang bergulir itu menuju kematian.